Masjid Halil, Urfa, Turki |
Namun, Nabi Ibrahim tak takut menghadapi hukuman dari kaumnya itu. Lalu, Allah SWT menyelamatkannya dari panasnya api yang menyala-nyala. "Kami berfirman, 'hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim'." (QS Al-Anbiyaa [21]: 69)
Konon, Nabi Ibrahim AS dibakar di wilayah Urfa, Turki. Saat liburan Idul Adha 1431 H, saya bersama beberapa rekan mengunjungi tempat pembakaran ayah dari Nabi Ismail itu. Untuk menuju tempat pembakaran yang berada di bagian selatan Turki itu, kami berangkat dari Ankara menggunakan bus antarkota selama 12 jam perjalanan.
Kami tiba di Urfa pukul 07.00 waktu setempat. Pagi itu, rupanya para peziarah sudah banyak yang berdatangan. Maklum, di Turki sedang musim liburan. Berbeda dengan di Indonesia, liburan Idul Adha di Turki lebih panjang ketimbang liburan Idul Fitri.
Di tempat pembakaran itu, terdapat kolam ikan yang cukup luas. Kolam itu berisi ikan berwarna hitam dove yang seperti ikan gabus. Hanya ada satu jenis ikan dalam kolam itu dengan berbagai ukuran, mulai dari kecil hingga besar.
Masyarakat setempat mengatakan bahwa ikan-ikan yang berada di kawasan pembakaran Nabi Ibrahim itu tidak boleh dimakan. Tidak tahu mengapa ikan itu tidak boleh dimakan. Setelah kami berkeliling, kolam itu rupanya mengalir ke berbagai selokan di sekitar tempat itu. Selokan yang jernih itu dihiasi dengan sejumlah ikan hitam itu.
Sekitar 100 meter dari tempat pembakaran terdapat tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Di samping tempat kelahiran itu telah berdiri dua masjid, yaitu Masjid Maulid Halil yang didirikan pada 1808 M dan Masjid Maulid Halil Baru yang didirikan pada 1980 M.
Para pengunjung melantunkan zikir dan doa saat mereka berkunjung ke tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Para wisatawan yang mengenakan peci haji dan perempuan-perempuan yang berkerudung hitam menyempatkan untuk shalat di masjid tersebut.
Dari tempat kelahiran itu kami beranjak ke bukit di belakang masjid. Bukit itu adalah tempat Nabi Ibrahim dilempar dari atas bukit ke tempat pembakaran dengan api yang telah menyala. Di bukit itu terdapat dua tiang besar dan bekas bangunan tua yang sudah runtuh, tetapi dirawat dan dijadikan museum oleh pemerintah setempat.
Untuk memasuki museum itu, para pengunjung harus membayar sebesar 3 lira Turki atau sekitar Rp 18 ribu (1 lira sama dengan Rp 6.000). Nabi Ibrahim adalah putra Aazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh AS.
Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama Namrud bin Kan'aan.
Pada masa itu, Babylon termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat hidup senang. Akan tetapi, kebutuhan rohani mereka masih berada di tingkat Jahiliyah. Mereka menyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung.
Mulai beranjak dewasa, Ibrahim sudah mulai berdakwah kepada masyarakatnya untuk meninggalkan kebiasaan menyembah berhala. Yang pertama, ia mengajak ayahnya ke jalan yang diridai Allah. Namun, ayahnya murka dan mengusir Ibrahim. Meski demikian, Ibrahim tak pernah berhenti untuk berdakwah di kalangan kaum musyrik.
Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka berada di luar kota. Nabi Ibrahim pun diajak, teatpi ia berpura-pura sakit dan diizinkanlah untuk tinggal di rumah.
Saat kota itu kosong, Nabi Ibrahim menghancurkan sejumlah patung dengan menggunakan kapak. Cuma satu patung yang besar yang ia tidak hancurkan. Dan, pada patung besar itulah kapak Ibrahim diletakkan. Alangkah kaget dan murkanya masyarakat saat datang ke kotanya saat melihat patung sesembahannya telah hancur. Mereka sadar yang menghancurkan itu adalah Ibrahim.
Akhirnya, Nabi Ibrahim diadili di pengadilan yang dihadiri semua masyarakat setempat. Di sinilah Ibrahim berdakwah secara terang-terangan. Nabi Ibrahim pun dihukum dan dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka. Masyarakat sekitar bergotong royong mengumpulkan kayu bakar.
Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim dilempar dari atas sebuah gedung di atas bukit yang tinggi ke dalam tumpukan kayu yang menyala. Ajaibnya, usai api itu berhenti menyala, keluarlah Nabi Ibrahim dari pembakaran itu dengan tidak terluka sedikit pun.