Ajaran Buddha adalah agama palsu yang didirikan atas dasar penyembahan
berhala. Para biksu Buddha yang tumbuh dewasa dalam keyakinan ini
menghabiskan kehidupannya menyembah sang Buddha.
Filsafat pemeluk Buddha mengingkari adanya Tuhan, di
samping mendasarkan diri mereka pada beberapa akhlak kemanusiaan dan
pelarian diri dari penderitaan duniawi. Tanpa dukungan intelektual atau
ilmiah agama ini bersandar pada pemikiran kembar tentang karma dan
kelahiran kembali (reinkarnasi), sebuah gagasan bahwa manusia akan terus
terlahir kembali ke dunia ini, bahwa kehidupan mereka berikutnya
ditentukan oleh perilaku mereka di kehidupan sebelumnya. Tak ada kitab
Buddha yang merenungkan adanya sang Pencipta,
atau bagaimana alam
semesta, dunia, dan makhluk hidup terjadi. Tak ada kitab Buddha yang
melukiskan bagaimana alam semesta diciptakan dari ketiadaan; atau
bagaimana makhluk hidup menjadi ada; atau bagaimana menerangkan bukti,
yang bisa dilihat di mana-mana di dunia ini, tentang penciptaan yang
tak ada bandingannya. Menurut tipu daya ajaran Buddha, bahkan tidak
diperlukan adanya pemikiran tentang semua ini! Satu-satunya hal penting
dalam kehidupan, yang dinyatakan oleh kitab-kitab Buddha, adalah
menekan nafsu, menghormati Buddha, dan melarikan diri dari penderitaan.
Oleh sebab itu, sebagai sebuah agama, ajaran
Buddha menderita karena cita-cita yang sangat sempit yang menghambat
pengikutnya merenungkan pertanyaan mendasar seperti dari mana mereka
berasal atau bagaimana alam semesta dan seluruh makhluk hidup terjadi.
Jelas, agama ini menghalangi mereka bahkan dari memikirkan hal-hal ini
dan menekan mereka ke dalam bentuk sempit kehidupan keduniawian mereka
saat ini.
Apakah
berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai
tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang
dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat
mendengar? Katakanlah: "Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu
Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan) ku, tanpa memberi
tangguh (kepada ku).(Qs Al-Araf [7] : 195)
Diembil Dari Buku Harun Yahya "Islam Dan Budha"