Banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah Yokhebed, ibunda Nabi Musa AS. Salah satunya yakni tawakal kepada Allah.
Ibunda Musa begitu tawakal menyerahkan keselamatan putranya kepada Allah. Ia memohon pertolongan Allah dan meminta perlindunganNya atas putra kecilnya. Allah banyak memerintahkan umat di dalam Alquran untuk senantiasa bertawakkal kepada Allah.
"Dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung," Qur'an surah An-Nisa’ ayat 81. Serta dalam surah Ali- Imran ayat 159 disebutkan, "Kemudian apabila kamu telah membuat tekad, maka bertawallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertawakal kepada-Nya".
Rasulullah pun terus meminta umat agar bertawakkal kepada Allah. Dari umar bin khathab, Rasulullah bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang," hadits riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad.
Adapun pengertian tawakal menurut Imam Ibnu Rajab, yakni kondisi hati yang benar-benar bergantung kepada Allah guna memperoleh maslahat dan menolak madharat dari urusan dunia dan akhirat dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Meski demikian, tawakal bukanlah sebuah kepasrahan semata. Perlu adanya usaha sebagai pengiring tawakal. Dalam kisah, Yokhebed pun meminta Miryam untuk mengikuti peti Musa. Meski telah tawakal kepada Allah atas keselamatan Musa, namun ia tetap berusaha meminta putrinya mengawasi peti tersebut.
Hasil tawakal ibunda pun dibalas Allah. Ia menyelamatkan Musa, sekaligus mengembalikannya untuk dirawat dan disusui. Di akhir kisah, ayat tersebut menyebutkan, "Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."
Ibunda Musa begitu tawakal menyerahkan keselamatan putranya kepada Allah. Ia memohon pertolongan Allah dan meminta perlindunganNya atas putra kecilnya. Allah banyak memerintahkan umat di dalam Alquran untuk senantiasa bertawakkal kepada Allah.
"Dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung," Qur'an surah An-Nisa’ ayat 81. Serta dalam surah Ali- Imran ayat 159 disebutkan, "Kemudian apabila kamu telah membuat tekad, maka bertawallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertawakal kepada-Nya".
Rasulullah pun terus meminta umat agar bertawakkal kepada Allah. Dari umar bin khathab, Rasulullah bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang," hadits riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad.
Adapun pengertian tawakal menurut Imam Ibnu Rajab, yakni kondisi hati yang benar-benar bergantung kepada Allah guna memperoleh maslahat dan menolak madharat dari urusan dunia dan akhirat dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Meski demikian, tawakal bukanlah sebuah kepasrahan semata. Perlu adanya usaha sebagai pengiring tawakal. Dalam kisah, Yokhebed pun meminta Miryam untuk mengikuti peti Musa. Meski telah tawakal kepada Allah atas keselamatan Musa, namun ia tetap berusaha meminta putrinya mengawasi peti tersebut.
Hasil tawakal ibunda pun dibalas Allah. Ia menyelamatkan Musa, sekaligus mengembalikannya untuk dirawat dan disusui. Di akhir kisah, ayat tersebut menyebutkan, "Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."