SOLO-
Front Pembela Islam (FPI) Solo meminta pemerintah segera membubarkan
pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, karena mereka telah
melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan bertindak brutal
dalam menangani kasus terorisme.
"Densus
88 harus dibubarkan, karena di dalam negara sudah diatur Undang Undang
cara menangkap orang untuk proses hukum," kata Ketua FPI Solo, ustadz
Khoirul Rus Suparjo, saat dihubungi di Solo, Senin (18/2/2013).
Menurut
dia, tindakan Densus terlalu brutal, tidak transparan, karena orang yang
baru terduga teroris saja sudah bisa langsung ditembak mati.
"Densus
itu, menangkap seseorang tanpa prosedural yang benar. Siapa yang berani
mengadili Densus yang menembak orang hingga mati itu," katanya.
Pada
Undang Undang negara sudah jelas aturannya, yakni mereka yang ditangkap
harus melalui prosedur yang benar tidak boleh disiksa dan membunuh.
Ia
menilai dengan adanya Densus justru akan menciptakan teroris-teroris
baru di Indonesia. Hal ini berawal peristiwa dari Bom Bali beberapa
tahun lalu, yang kemudian adanya pesanan asing. Densus diduga hingga
sekarang banyak agenda yang direkayasa untuk membentuk opini.
Selain
itu, pihaknya juga meminta pemerintah agar mencabut UU pembiayaan
terorisme, karena hal itu dalam pasal-pasal sudah jelas karena umat
Islam akan diteroriskan semua.
"Kami
mencatat ada banyak pelanggaran dilakukan Densus. Ada sekitar tujuh
orang yang tewas hingga sekarang tidak tahu-menahu. Mereka bukan
termasuk teroris yang dituduhkan," kata ustadz Khoirul.
Sekretaris
tim advokasi "The Islamic Study And Action Center" (ISAC) Solo, Endro
Sudarsono,
menjelaskan, pihaknya mendukung wacana dibubarkan Densus 88
Antiteror Mabes Polri, karena sejak dibentuknya pasukan itu, tindakannya
selalu tidak manusiawi dan terjadi pelanggaran HAM berat.
Pihaknya
berharap pemerintah termasuk Komisi III DPR RI untuk mewujudkan bahwa
pasukan Densus 88 segera dievaluasi kinerjanya dan dibubarkan, karena
programnya asing yang justru akan menurunkan reputasi bangsa.
"Densus
itu, kadang belum tahu dia siapa, langsung ditangkapi dan dianiaya.
Bahkan, mereka baru tersangka teroris langsung dibunuh," katanya.
Menurut
dia, tindakan pembunuhan tanpa putusan pengadilan merupakan pelanggaran
HAM berat. Sehingga, pihaknya menilai jika Densus dibubarkan tidak ada
lagi eksekusi mati di lapangan.
Kendati
demikian, pihaknya mengimbau kepada masyarakat yang anggota keluarganya
ditangkap atau disiksa atau ditembak oleh Densus segera diinformasikan
ke publik atau lembaga Islam agar diketahui kebenarannya. [Widad/ant]