Berkat sifat-sifat yang agung, Ummu Sulaim dilamar Maalik Ibnu Nadhar. Buah pernikahan keduanya lahirlah seorang anak bernama Anas. Ummu Sulaim termasuk orang yang masuk Islam dari kalangan Anshar. Dengan penuh keyakinan, Ummu Sulaim tanpa ragu meninggalkan kebiasaan orang Jahiliyah dari menyembah berhala.
Tak mudah bagi Ummu Sulaim untuk memeluk Islam, agama yang paling benar dan diridhai Allah SWT. Suaminya adalah orang yang pertam menghadang laju keimanannya. Maalik sangat marah begitu isterinya telah masuk Islam. "Apakah engkau telah musyrik?" Ummu Sulaim menjawab dengan penuh keyakinan dan keteguhan, "Aku tidak musyrik tetapi aku telah beriman".
Ummu Sulaim membimbing anaknya, Anas untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, "Katakanlah Laa Ilaaha Illallah, dan katakanlah Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah." Lalu Anas melakukannya. Melihat keadaan itu, Maalik berkata kepada Ummu Sulaim: "Janganlah merusak anakku".
Ummu Sulaim berkata, "Sesungguhnya aku tidak merusaknya akan tetapi aku mengajari dan membimbingnya." Suatu ketika, Maalik pergi menuju Syam. Di dalam perjalanannya ia bertemu dengan musuhnya. dan mati terbunuh. Mendengar kematian suaminya, ia berkata, "Aku tidak akan memberi Anas makanan sampai ia meninggalkan musim susuku (ASI)."
Ia kemudian berkata lagi, "Aku tidak akan menikah sampai Anas dewasa.'' Kebaikan Ummu Sulaim diungkapkan Anas bin Maalik pada sebuah majelis, "Semoga Allah membalas jasa baik ibuku yang telah berbuat baik padaku dan telah menjagaku dengan baik." Ummu Sulain menyerahkan si jantung hatinya, Anas, sebagai pelayan di sisi seorang pengajar manusia dengan segala kebaikan, yakni Rasulullah SAW.
Lalu Rasulullah menyambutnya hingga sejuklah kedua mata Ummu Sulaim. Hari terus berganti. Orang-orang pun memperbincangkan Anas bin Malik dan ibunya dengan penuh kekaguman dan penghormatan. Kemuliaan dan kebaikan Ummu Sulaim terdengar di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan di zaman itu.
Dengan penuh cinta dan kekaguman sehingga ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhah pun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim. "Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan. Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya."
Terasa sempitlah dada Thalhah. Ia pun pergi dan hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar. Namun cintanya yang tulus membuat Thalhah kembali datang dengan mahar yang paling istimewa. Dengan harapan Ummu Sulaim bisa luluh dan mau menerimanya.
Sebagai da'iah yang cerdas, Ummu Sulaim tak silau dengan harta, kehormatan, dan kegagahan. Lalu ia berkata dengan santun, "Tidak pantas orang yang sepertimu akan ditolak wahai Abu Thalhah. Akan tetapi engkau seorang kafir sedang aku seorang Muslimah yang tidak pantas bagiku untuk menikah denganmu."
Lalu Abu Thalhah berkata, "Itu bukan kebiasaanmu." Ummu Sulaim berkata, "Apa kebiasaanku?" Ia berkata, "Emas dan perak." Ummu Sulaim menjawab,"Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas dan perak, akan tetapi aku hanya inginkan darimu adalah 'Islam'."
Abu Thalhah lalu berkata, "Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?" Ummu Sulaim berkata, "Yang akan mengenalkan hal itu adalah Rasulullah SAW." Pergilah Abu Thalhah menemui Nabi SAW. Ketika itu Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya.
Saat melihat Abu Thalhah, Nabi SAW bersabda, "Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat keislaman." Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhah pun ahkhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkannya, yakni Islam.
Tsabit seorang perawi hadits berkata, dari Anas RA, "Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya dari pada Ummu Sulaim yang mana maharnya adalah al-Islam."
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID