1. Hanafi (Abu hanifah an nukman bin tsabit bin zufi at tamimi). Lahir di Kuffah (Irak) tahun 80 – 150 H / 699 – 767 M. mempunyai pertailan darah dengan ali bin abi thalib.
2. Maliki (Malik bi anas). Lahir di medinah tahun 93 – 179 / 712 – 795 M.
3. Syafi’I (muhammad bin idris asy syafi’I al quraisyi) lahir di ghazzah tahun 150 – 204 H / 769 – 820 M.
4. Hambali (abu abdullah ahmad bin muhammad bin hambal bin hilal asy syaibani). Lahir di baghdad 164 – 241 H / 780 – 855 M.
Pernyataan para imam madzhab untuk mengikuti sunah dan meninggalkan yang menyalahi sunah
1. Abu Hanifah
a. .“Jika suatu hadis shahih, itulah madzhabku”
b. .“Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya”
c. “Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al Qur’an dan hadis Rasulullah
saw., tinggalkanlah pendapatku itu”
2. Imam Anas Bin Malik
a. .“Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah, ambillah, dan jika tidak sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah, tinggalkanlah”.
b. .“Siapapun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi saw. sendiri”
3. Imam Syafi’I
a. “Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah dan mengikutinya. Apapun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah tetapi berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku”.
b. “Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadis dari Rasululah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang”
c. “Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadis Rasulullah, peganglah hadis Rasulullah itu dan tinggalkanlah pendapatku itu”
d. “Bila suatu hadis shahih, itulah madzhabku”
e. “Kalian lebih tahu tentang hadis dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu hadis itu shahih,beritahukanlah kepadaku biar di manapun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya”
f. “Bila suatu masalah ada hadisnya yang sah dari Rasulullah saw. dari ahli hadis, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku masih hidup maupun setelah aku mati”
g. .“Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi hadis Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna”
h. .“Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi, hadis Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku”
4. Imam Ahmad Bin Hanbal
a. .“Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambilnya”
b. .“Pendapat Auzai’, Malik, dan Abu Hanifah adalah ra’yu (pikiran). Bagi saya semua ra’yu sama saja tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada hadis.”
c. .“Barang siapa yang menolak hadis Nabi, dia berada di jurang kehancuran”.
KESALAHAN KOLEKTIF UMAT
a. Perpegang teguh pada hadis “perbedaan dalam umatku adalah rahmat”. Hadis ini tidak berasal dari Rasulullah
b. Tidak mengerti anjuran para imam madzhab
c. Fanatisme buta (taqlid)
d. Tidak mau mengamalkan hadis shahih karena sudah terbiasa dengan kekeliruan
Kesimpulan
a. Ahli hadis lebih mendekati kebenaran daripada ahli fiqih, karena ahli hadis sangat hati-hati
b. Adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari ilmu hadis dan berbagai macam kaidahnya
c. Lemahnya motivasi umat islam dalam mengkaji berbagai macam fatwa yang dikemukakan oleh
imam madzhabnya sendiri
d. Terjadinya kesalahan kolektif pada umat yang justru disebabkan oleh ketidakfahaman mereka akan hadis yang dijadikan hujah dalam mengemukakan argumen yang tidak sepatutnya digunakan.
e. Kesalahan yang paling ironis adalah hujah yang digunakan oleh para muqollid justru sangat bertentangan dengan firman-firman Allah yang dengan tegas melarang umat untuk berselisih, bercerai-berai, membanggakan golongannya.